Dua raksasa teknologi dunia, Starlink dan Samsung, tengah bersiap membawa dunia menuju babak baru konektivitas global. Keduanya dikabarkan berkolaborasi mengembangkan teknologi internet langsung dari satelit ke perangkat, tanpa memerlukan menara seluler konvensional seperti yang digunakan jaringan 4G dan 5G saat ini.
Langkah ambisius ini disebut sebagai bagian dari persiapan menuju era jaringan 6G, di mana koneksi internet tidak lagi bergantung pada infrastruktur di darat, melainkan langsung dikirimkan dari orbit.
Kolaborasi Starlink dan Samsung
Dalam proyek ini, Starlink — perusahaan layanan internet satelit milik Elon Musk — menggandeng Samsung untuk merancang modem cerdas berbasis kecerdasan buatan (AI). Modem tersebut akan memiliki kemampuan prediksi jalur satelit dan optimasi sinyal secara real-time, sehingga memungkinkan perangkat seperti ponsel terhubung langsung ke satelit tanpa harus melalui base transceiver station (BTS) di darat.
Samsung dikabarkan tengah mengembangkan chip modem yang dilengkapi Neural Processing Unit (NPU), teknologi yang berfungsi untuk mengelola koneksi dinamis antara perangkat dan satelit yang terus bergerak di orbit rendah Bumi (LEO). Dengan sistem ini, ponsel bisa mendapatkan sinyal kuat dan stabil di mana pun berada — bahkan di daerah terpencil tanpa jaringan darat.
Menuju Internet Tanpa Menara Seluler
Starlink sebelumnya telah meluncurkan proyek Direct-to-Cell, di mana satelitnya berfungsi seperti menara seluler di angkasa. Teknologi ini memungkinkan pengguna ponsel menerima sinyal langsung dari satelit tanpa perlu perangkat tambahan.
Kerja sama dengan Samsung akan menyempurnakan proyek tersebut dengan kemampuan AI yang lebih efisien, menjadikannya langkah awal menuju jaringan 6G non-terestrial. Teknologi ini diharapkan bisa menghapus batas geografis dan memberikan akses internet ke wilayah yang selama ini sulit dijangkau.
Potensi Dampak Global
Jika kolaborasi ini berhasil, dunia akan menyaksikan transformasi besar dalam infrastruktur telekomunikasi. Tidak lagi diperlukan ribuan menara pemancar di setiap kota, karena konektivitas akan dikirim langsung dari orbit. Hal ini bisa mengurangi biaya pembangunan jaringan, memperluas akses internet, dan mempercepat pemerataan koneksi global.
Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, teknologi ini bisa menjadi solusi nyata untuk menjangkau daerah-daerah terpencil yang sulit dibangun menara sinyal. Dari pelosok Riau hingga pedalaman Papua, layanan internet berbasis satelit langsung dapat menjadi game changer dalam pemerataan digital nasional.
Tantangan dan Pengembangan Teknologi
Meski menjanjikan, proyek ini menghadapi tantangan besar. Salah satunya adalah kebutuhan daya yang efisien pada modem ponsel dan sinkronisasi posisi antara satelit dan perangkat yang terus bergerak. Selain itu, regulasi spektrum frekuensi juga menjadi isu penting, karena penggunaan frekuensi lintas negara membutuhkan koordinasi internasional.
Samsung dan Starlink disebut sedang menguji prototipe chip modem yang dapat beroperasi di berbagai frekuensi satelit, termasuk pita frekuensi S dan L. Teknologi ini juga diharapkan mampu mendukung komunikasi dua arah dengan latensi rendah, menjadikannya setara atau bahkan lebih cepat dari jaringan 5G.
Masa Depan Komunikasi 6G
Kolaborasi ini menandai langkah nyata menuju implementasi jaringan 6G berbasis non-terrestrial network (NTN). Dalam konsep ini, internet tidak lagi bergantung pada infrastruktur di permukaan bumi, melainkan memanfaatkan kombinasi antara satelit, drone, dan sistem komunikasi udara lainnya.
Para ahli menilai bahwa jaringan 6G akan mampu menghadirkan kecepatan hingga 100 kali lipat lebih tinggi dari 5G, serta latensi hampir nol. Kombinasi Starlink dan Samsung bisa menjadi pionir dalam mewujudkan visi tersebut, menjadikan konektivitas digital benar-benar tanpa batas ruang dan waktu.
                                                                    







